Salam

Selamat datang di blog tercinta paud KB Bentara Salatiga. Menyajikan berbagai informasi tentang pendidikan anak usia dini kelompok bermain Bentara Salatiga. Terima kasih. Pengelola

Arsip

Jumat, 27 Mei 2011

SURAT UNTUK ANAK-ANAKKU (4)


 Oleh: Maria Dolvianti Bora, Kepala Sekolah KB Bentara Salatiga

Anak-anakku sayang…..
Lihatlah di belakang rumah, di atas pohon kelapa, tupai kecil melompat gesit, sedang makan kelapa karena itulah makanannya. Pemandangan demikian kerap mama saksikan ketika kalian pergi ke sekolah. Terkadang si tupai kecil bermain di halaman belakang, tanpa terusik si meong yang sedang mengawasinya dari kejauhan. Kasihan pak tani pemilik kelapa, banyak kelapa yang rusak di makan tupai, hasil kelapanya berkurang.
Hari ini pak tani datang lagi, ditemani seorang bapak bertopi caping. Oh…. Rupanya pak tani hendak memanen kelapa. Transaksi produk jasa tersebut ternyata mengunakan kelapa, pak tani bercaping mendapat upah dua butir kelapa  per satu pohon kelapa yang dipanjatnya. Bayangkan saja…. Pekerjaan yang beresiko tinggi ini hanya demikian upahnya. 
Pada musim  hujan seperti ini, batang kelapa menjadi licin dan berlumut, kalau kurang waspada maka taruhannya adalah nyawa, bila jatuh dari ketinggian pohon kelapa tersebut. Oya…. Lain lagi ceritanya yang mama dengar dari seberang tepatnya di tempat kelahiran mama. Oma bercerita bahwa tahun ini terjadi tragedy yang amat mengerikan di  kampung yang  terkenal sebagai penghasil kopra, pisang, kakao atau coklat, jambu mente, kemiri dan  hasil kebun lainnya.
Mama, terkenang masa kecil di kampung yang letaknya 17 km dari ibu kota kabupaten. Kampung yang letaknya agak terpencil ini, nampak lengang di siang hari. Para muda-mudi telah berangkat ke ladang berburu dengan matahari, ketika ayam jantan berkokok kaum muda-mudi beriringan bergegas menuju kebun. Gotong royong mereka mencangkul kebun yang biasa di sebut dengan sako seng. Secara bergilir kaum muda-mudi mencangkul kebun, membersihkan rumput, menanam padi dan jagung, menyiangi rumput, memanen hingga mengangkut hasil kebun ke rumah pemiliknya.
Suasana kampung terasa senyap di siang hari, namun terkadang terdengar tangisan anak kecil yang rewel, di sela bunyi tak – tak -  tak – tak – tak – tak irama music desa, yaitu nyanyian alat tenun para ibu atau beberapa pemudi yang sedang menenun sarung. Sesekali diselingi kotek ayam yang kelaparan mencari cacing di antara gundukan sampah di belakang rumah.
Seusai sekolah, anak lelaki menapaki jalan setapak menuju ke kebun, tangan  mungilnya memegang parang, atau pisau yang akan digunakan untuk memetik daun singkong di kebun atau daun-daun untuk makanan ternak, tidak lupa mengumpulkan kayu bakar untuk sang mama di rumah.
Anak perempuan membantu ibu  menjaga adik, ada yang bermain lompat tali yang biasa disebut juga tali merdeka, ada yang sedang bermain siput, masak-masak di halaman rumah. Ada juga yang menumbuk padi, menjaga kopra yang dijemur dari pencuri-pencuri kecil si bleky dan kawan-kawannya.  Bila senja mulai tiba, pemuda dan pemudi menyusuri jalan setapak. Dari jauh terdengar nyanyian yang merdu, biasanya nyanyian gereja. Rasa lelah terasa lenyap di tengah canda dan tawa kaum muda yang akan kembali ke rumah masing – masing.
Bila bulan purnama kaum lelaki tua muda duduk bercengkerama di tengah kampung. Berbagai topik pembicaraan  bergulir tak kenal waktu. Tentang  kuda si Liut yang  lepas dari ikatannya,  Pak Natut jatuh dari pohon kesambi beberapa hari yang lalu, kelapa pak Tinut yang sudah mulai berbuah, atap kapel kampung yang sudah mulai bocor, tenunan bu Maria yang sudah hampir selesai, rencana pertandingan voly dan berbagai topik lainnya, sederhana namun sangat menarik. Anak-anak bermain globak sodor di temani ibu-ibu sambil makan sirih pinang dan bercanda. Suasana malam purnama yang indah, tak terasa malam semakin larut, warga kampung pun kembali ke rumah untuk mengasoh, kampung yang gegap gempita, berganti senyap. Burung hantu mulai bernyanyi, bunyi jangkrik bergema di sudut halaman, binatang malam mulai melakukan kegiatannya di tengah malam, anak-anak tertidur lelap tersungging senyum di bibir-bibir mungil, hari ini puas rasanya bermain bersama.
Kini semuanya sudah tinggal kenangan. Kaum muda mudi sekarang tidak ada lagi yang mau mencangkul kebun, nyanyian di jalan-jalan setapak kampung di sore hari kini telah lenyap, bunyi tak- tak alat tenun gadis kampung kini telah tiada, berganti bunyi televisi yang menyiarkan gosip-gosip murahan tentang para artis dan kaum terkenal lainnya. Atau lagu-lagu dangdut, campur sari yang memekakkan telinga….
Kebun-kebun kampung tak terurus, kaum muda sibuk menjadi tukang ojek dari motor kreditan, para pemudi telah pergi mencari uang ke negeri seberang, kaum muda lainnya pun demikian, hanya anak-anak dan kaum ibu yang tersisa menjaga kampung, kaum bapak pun banyak yang merantau mencari ringgit dan dolar di negeri impian.
Siapa yang mau memanjat kelapa untuk diolah menjadi kopra? Hanya orang-orang dari kampung sebelah yang mau melakukannya. Untuk 200 pohon kelapa Oma harus mengeluarkan uang sebesar Rp. 600.000,00- atau per pohon pemanjat mendapat upah tiga butir kelapa. Untuk jasa pengangkutan yang sedianya gratis atau dibayar satu butir kelapa sekarang sudah berubah.
“Zaman sekarang uang benar-benar menjadi pelancar semua urusan, dan semua hal dilihat dari kacamata modern.”
Maaf, mama bukan menyalahkan jaman, bukan mengerutu karena mau yang gratisan namun apakah sifat gotong royong telah mulai pudar, yang tradisional apakah telah menjadi momok yang harus dibuang jauh-jauh karena tidak up to date lagi???
Apakah ringgit dan dollar dapat membayar tali ikatan persaudaraan dan kasih sayang antara seorang ayah dengan anak dan istrinya??? Atau apakah kekayaan materiil dapat menghantar kita kepada kebahagiaan abadi????
Bukankah sabda bahwa “manusia bukan hidup dari roti saja….” Hanya suatu petuah kuno yang tidak akurat lagi di jaman ini???? Anak-anakku,…. Mama rindukan keceriaan anak kampunng, canda dan dongeng-dongeng tentang alam nan perawan, bukan gemerlap kota yang bising, yang melunturkan nilai-nilai dan kaidah hidup sebagai manusia yang utuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar